Personal Blog and IT Content, Updates & Tutorial Sharing Web Blog.

Benny Setiadi

My Personnal Blog

Senin, 08 November 2010

Konflik


-->
PENGERTIAN KONFLIK

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Konflik adalah suatu bentuk hubungan interaksi seseorang dengan orang lain atau suatu kelompok dengan kelompok lain, dimana masing-masing pihak secara sadar, berkemauan, berpeluang dan berkemampuan saling melakukan tindakan untuk mempertentangkan suatu isu yang diangkat dan dipermasalahkan antara yang satu dengan yang lain berdasarkan alasan tertentu. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Konflik vertical adalah suatu hubungan interaksi antara satu kelas social yang berbeda tingkatan akibat adanya pertentangan kepentingan yang difasilitasi atau kelompok sosil yang berbeda di satu pihak dengan satu kelompok di pihak lainnya;

Konflik horizontal adalah suatu hubungan interaksi vertikal (antar kelas sosial) yang memanfaatkan secara sengaja menciptakan konflik horizontal, dan atau sebaliknya suatu konflik horizontal yang memanfaatkan/secara sengaja menciptakan konflik, sebagai kamuplase atau cara untuk mendukung terwujudnya tujuan atau kondisi yang dikehendaki;
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
  1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
  2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
  3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
  4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
  5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
  6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
  7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
  8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
  9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
  10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)

Jenis - Jenis Konflik
a. Konflik peranan yang terjadi didalam diri seseorang (person-role conflict)
b. Konflik antar peranan (inter-role conflict)
c. Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang (intesender conflict)
d. Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan (intrasender conflict)
Konflik juga dapat dibedakan menurut pihak-pihak yang saling
bertentangan. Atas dasar hal ini , ada 5 jenis konflik , yaitu :
a. Konflik dalam diri individu.
b. Konflik antar individu.
c. Konflik antar individu dan kelompok.
d. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama.
e. Konflik antar organisasi
sedangkan menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
1konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi),
misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
konflik antar atau tidak antar agama
konflik antar politik.
Sumber konflik
  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
  • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Strategi Mengatasi Konflik
1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:
a. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
b. Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.

2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a. Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b. Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi
salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik
Contoh Konflik : “Mencermati Kasus Konflik di Kalimantan Barat”.
Peristiwa ketegangan antar warga di kawasan Tanjungpura Pontianak yang hampir saja membuahkan amuk massa atau kekerasan komunal pada hari kamis (6/12) kemarin tentu saja sangat kita sayangkan. Meskipun sudah dilakukan pertemuan perdamaian antar tokoh keduabelah etnis, hampir saja kekerasan komunal terjadi lagi. Untunglah kepolisian bisa bertindak sigap dan tegas sehingga gosip dan sentimen tidak menyebar. Namun sampai kapan polisi sanggup memainkan perannya sebagai pemadam kebakaran konflik yang ada di Kalimantan Barat jika isu-isu utama yang menjadi akar konflik tersembunyi tetap tidak terselesaikan ?
Tak pelak lagi kasus perselisihan warga yang hampir menyeret konflik etnis tersebut telah mengusik ingatan kita tentang kasus konflik etnis antara tahun 1997-1999. Semua konflik yang melibatkan komunal selalu dimulai oleh permasalahan-permasalahan yang terkesan sepele, yang kadang tidak ada hubungannya dengan masalah etnis sekalipun. Namun dengan cepat ia membakar sentimen keetnisan warganya dengan cepat, hingga menjadi tidak terkendali.
Sumber :
Share:

Minggu, 07 November 2010

Perkembangan Teori Administrasi

Perkembangan Teori Administrasi


A. Periode Tradisional

1. Teori administrasi ilmiah
Teori ini dikembangkan oleh Frederick taylor (1856-1915 M) dikenal sebagai bapak managemen ilmiah, yang mendasarkan teorinya pada hasil eksperimen yang ia lakkan yang dituangkan dalam karya tulisnya yang berjudul the principles of scientific management sekitar tahun 1911, yang dipopulerkan oleh Louis brandeis yng berisi beberapa prinsip:
1. Prinsip studi waktu.
2. Prinsip hasil upah
3. Prinsip pemisahan antara perencanaan dan pelaksanaan
4. Prinsip metode kerja ilmiah
5. Prinsip control managerial
6. Prinsip management fungsional

Berdasarkan prinsip diatas, administrasi pendidikan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menggunakan disiplin yang keras
2. Pemusatan pada tugas yang harus dikerjakan oleh bawahan
3. Kurangnya hubungan interpersonal antara pekerja
4. Aplikasi yang kaku dari system yang intensif dalam pemahaman administrasi
5. Teori birokrasi

Ada lima ciri dari teori birokrasi ini yaitu:
1. Adanya pembagian tugas dan spesialisasi dari setiap individu dalam organisasi mepunyai wewenang dan juru diksi yang diatur oleh berbagai peraturan
2. Bersifat impresioanl
3. Dalam organisasi ada hirarki kewenangan
4. Didasarkan atas dokumen tertulis
5. Pembinaan pegawai berorientasi pada pengembangan karir

Birokrasi jadi tidak berfungsi bila:
1. Orang dalam organisasi terkurung dalam bidang espesialisasi tertentu
2. Setiap orang hanya berorientasi untuk memegang jabatan yang lebih tinggi sehinggga anggota organisasi kehilangna kebebasan pribadinya.
3. Orientasi pertumbuhan karir menyebabkan orang mengejarnya dan melupakan unsure pelayanan organisasi

2. Teori klasik
Teori ilmiah dan teori birokrasi biasanya digolongkan kepada teori klasik, filley mengemukakan beberapa kelemahan dari teori klasik ini yaitu:
1. Teori kalsik merupakan teori yang terikat waktu
2. Bersifat deterministic
3. Tidak memperhitungkan berbagai dimensi dalam administrasi
4. Lebih banyak menggunakan asumsi yang lemah

B. Periode Transisional

1. Teori hubungan antar manusia (human relation teori)
Teori ini ditandai dengan timbulnya hubungan antara manusia. faktor manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam menenutkan tingkat produktifitas kerja, hingga konsep moral dinamika kelompok dan hubungan interpersonal menjadi popular dikalangan administrator serta dalam teori administrasi.

2. Teori tingkah laku
Teori tingkah laku dipelopori oleh Chester I banard, konsep Banard tentang administrasi menggunakan pendekatan interdisipliner dengan memakai berbagai pendekatan tingkah laku seperti psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, dan psikologi social. Disamping itu Herbert Simon mengemukakan teori administrasi dalam bukunya “Administration Behavior” bahwa masalah tingkah laku administrasi dari sudut proses pengambilan keputusan yang terus menerus dalam suatu organisasi. Teorinya meliputi proses administrasi.

3. Periode teori pendekatan system
Teori ini dikemukakan oleh “Ludwig Von Bertalenfy” mengemukakan system adalah susunan elemen yang berinteraksi satu dengan yang lain. Suatu system menghasilkan out put yang mempunyai aktifitas, menjaga integrasi serta kesatuan dari element-elementnya.
Dalam teori system dikenal istilah homestatis dan umpan balik. Homestatia merupakan aplikasi dari prinsip umpan balik atau sebab akibat yang menyediakan mekanisme untuk tingkah laku mencari tujuan dan control terhadar diri sendiri.
Share:

Teori Max Webber

Max Weber dan Aliran Pemikirannya


Max Weber adalah seorang tokoh besar Sosiologi modern dari Jerman. Beliau hidup pada tahun 1864-1920. Max Weber mempunyai pendidikan berlatar belakang di bidang hukum. Beliau banyak sekali memberikan kontribusi khususnya pada perkembangan ilmu Sosiologi yang bersifat klasik. Untuk Sosiologi Hukum, dibahas tentang ditelaahnya hukum-hukum Romawi,Jerman,Perancis, Anglo Saxon, Yahudi, Islam, Hindu dan bahkan hukum adat Polinesia. Weber juga menjelaskan tahap-tahap nasionalisasi peradaban Barat beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dibidang kemasyarakatan, Weber memberikan pendapat tidak ada manfaatnya memecahkan masalah-masalah masyarakat secara deduktif,yakni dengan bertolak dari prinsip-prinsip rasional. Penyelidikan empiris diperlukan untuk mengerti masyarakat, strukturnya dan masalah-masalahnya. Artinya disini jika ada masalah di masyarakat, maka tidak semua masalah tersebut dapat diselesaikan secara normatif. Harus ada suatu pemikiran empiris dari gejala-gejala yang timbul dalam masyarakat. Jika kita berbicara hukum, maka tidak hukum tidak akan selamanya bisa sebagai law it is written in the books. Dalam masyarakat perlu adanya law is action. Weber juga menambahkan bahwa gejala hukum yang timbul dimasyarakat harus diselidiki secara historis-emipiris.
Weber menggambarkan historis Sosiologi hukum seperti berikut, masyarakat dari hidup bersama sederhana ke hidup bersama yang berbelit-belit dalam zaman modern ini. Selaras dengan itu dibentangkannya perkembangan hukum. Dikatakannya bahwa mula-mula pembentukan hukum lebih-lebih berdasarkan pada kharisma seorang nabi dalam bidang hukum. Dalam tahap yang kedua pembentukan hukum menjadi tugas beberapa orang yang berwibawa, yaitu para sesepuh. Mereka menyusun kaidah-kaidah hukum yang bertolak belakang dari situasi empiris aturan masyarakat. Dalam tahap yang ketiga pembentukan hukum dicabut dari tangan orang yang berwibawa. Akhirnya masa modern ini hukum dibentuk secara sistematis oleh orang-orang yang sudah dididik secara formal sebagai sarjana hukum( Fachjuristen).
Menurut Weber sosiologi hukum harus bersifat naturalistis. Itu berarti bahwa norma-norma hukum harus dipandang sebagai kenyataan sosial melulu. Maka disini Weber tidak memandang hukum secara normatif.
Beliau juga pernah menyatakan sebagai berikut:
A system of order will be called convetion so far as its validity is externally quaranteed by the probability that deviation from it within a given social group will result in a relatively general and practically significant reaction of diappraval. Such an order will be called law when conformity with it is up held by the probability that deviant action will be met by phycial or psychis sanction aimed to coapel conformnity or to punish disobedience, and applied by a group of men especially empowered to carry out his function. ( J. Freund di bukunya Soenaryo 1991:24)
Pernyataan diatas yang berarti ” maka suatu alat pemaksa menentukan bagi adanya hukum. Alat pemaksa tersebut tidak perlu berbentuk badan peradilan sebagaimana yang dikenal di dalam masyarakat yang modern dan komplek. Alat tersebut dapt berwujud suatu keluarga. Konvensi sebagai mana dijelaskan diatas, juga meliputi kewajiban-kewajiban akan tetapi tanpa suatu alat pemaksa. Konvensi-konvensi tersebut harus dibedakan dari usage ( kebiasaan) merupakan kemungkinan-kemungkinan adanya unifornitas di dalam orientasi suatu aksi sosial, sedangkan custom ( adapt istiadat), terjadi apabila suatu perbuatan telah menjadi kebiasaan. Usage merupakan suatu bentuk perbuatan, sedangkan custom adalah perbuatan yang diulang-ulang didalam bentuk yang sama. Baik usage maupun custom tidak bersifat memaksa dan orang tidak wajib untuk mengikutinya”.
Selanjutnya didalam teori Max Weber tentang hukum dikemukakan empat type ideal dari hukum, yaitu masing-masing sebagai berikut :
1. Hukum irrasional dan materiil yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim mendasarkan keputusannya semata-mata pada nilai emosional tanpa menunjuk pada suatu kaidahpun
2. hukum irrasioanal dan formil yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada kaidah-kaidah diluar akal, oleh karena didasarkan pada wahyu atau ramalan
3. hukum rasional dan materiil yaitu dimana keputusan-keputusan para pembentuk uundang-undang dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan penguasa atau ideology
4. hukum rasional dan formil yaitu dimana hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum.

a. Kelebihan Aliran Pemikiran Max Weber
Beliau adalah seorang sarjana dalam bidang hukum sehingga dapat menelaah hubungan hukum dengan masyarakat. Dari sisi ini Max Weber sebagai orang yang menemukan hubungan hukum dengan masyarakat. Serta dengan pemikiran beliau maka banyak muncul para ahli Sosiologi hukum. Teori Max Weber juga memandang law it is action. Maka Weber tidak memandang dari Law is written in the book. Beliau juga bisa membedakan antara kebiasaan dan konvensi. Banyak orang yang mengartikan keduanya sama. Tetapi disini Weber bisa membedakannya. Yang paling penting kelebihan dari teori Max Weber adalah obyek kajian dari Weber adalah pola tingkah laku masyarakat. Sehingga setiap masyarakat akan memiliki struktur dan penerapan hukum yang berbeda antara satu dengan yang lain.
b. Kekurangan aliran Pemikiran Max Weber
Teori Max Weber walaupun seoarang ahli yang berjasa pada Sosiologi modern tetapi teori-teori yang disampaikan merupakan teori-teori klasik sehingga banyak teori yang tidak cocok dengan keadaan modern. Selain itu Weber tidak mengakui hukum secara normatif. Padahal dalam konsep hukum, selain bersumber dari gejala sosial masyarakat juga hukum bersifat normatif. Jika salah satu tidak ada, maka implementasi dari suatu hukum akan tidak sempurna. Selain itu weber hanya memandang norma sebagai kenyataan di masyarakat saja. Jika tidak ada kelakuan dari masyarakat maka tidak ada norma yang berlaku.
c. Kontribusi bagi Sosiologi Hukum
1. Max Weber menemukan hukum yang terjadi dari gejala sosial yang kemudian sebagai pedoman perilaku masyarakat
2. Membedakan arti hukum formil dan materiil
3. Mengkrititsi kelemahan berbagai hukum secara normatif karena beliau bukan penganut aliran normatif
4. Menjelaskan teori birokrasi di masyarakat
5. Menjelaskan konsep berorganisasi/hidup bermasyarakat
Share:

disable copas

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Pages

Mengenai Saya

Foto saya
Hi, My name is Benny Setiadi. Welcome to my blog, I'm sharing lots of content here related with my interest, Technology updates, Programming, Android and Augmented Reality. Hope my blog could be useful and have benefits for everyone. Please enjoy :).