KEPEMIMPINAN
Kata “kepemimpinan” ditafsirkan sebagai hubungan yang erat antara seorang dan sekelompok manusia karena adanya kepentingan bersama. Hubungan itu ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari seorang manusia itu. Manusia taua orang ini biasanya disebut yang memimpin atau pemimpin, sedangkan kelompok manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.
Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau pun jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi lingkungan pekerjaannya, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya.
Kepemimpinan berorientasi dalam berbagai bidang. Misal, seorang Bapak/ Ibu Presiden menjadi pemimpin di Negara, seorang Kepala Sekolah menjadi pemimpin di Sekolah, seorang Manajer menjadi pemimpin di Perusahaan, seorang ayah menjadi pemimpin di Keluarganya, bahkan tingkatan terkecil pun dapat menjadi pemimpin, yaa diri kita, diri kita adalah pemimpin bagi diri kita sendiri.
A. Gaya Kepemimpinan
Secara normal ada 4 gaya kepemimpinan
- Paternalisme. Ini termasuk gaya kepemimpinan hegemonik yang memanfaatkan pengaruh untuk memimpin.
- Autoritarian atau autokratik. Pemimpin menggunakan gaya ini untuk mengatur bawahan agar melaksanakan apa yang diinginkan dan bagaimana harus mengerjakannya, tanpa memerlukan pertimbangan daripada bawahannya. Kondisi seperti ini diperlukan pada saat penyelesaian masalah, kemendesakan, dan ketika bawahan dalam motivasi yang tinggi.
- Partisipatif atau demokratik. Gaya kepemimpinan ini melibatkan kedua belah pihak (atasan dan bawahan) untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Meskipun demikian, keputusan terakhir ada di tangan pemimpin. Tindakan ini diperlukan pada saat pemimpin tidak mempunyai informasi lengkap dan demikian juga bawahannya. Gaya ini adalah mutual yang menguntungkan dan efektif dalam kepemimpinan team.
- Delegatif atau pemimpin bebas. Dalam gaya ini pemimpin menyerahkan keputusan kepada bawahannya, tetapi pemimpin harus tetap bertanggungjawab dengan keputusan tersebut. Gaya ini dibutuhkan ketika pemimpin mampu menganalisa situasi dan memutuskan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya.
B. Model-model kepemimpinan yang Efektif
Mempelajari model-model kepemimpinan akan menolong kita untuk memahami tentang apa yang mempengaruhi tindakan para pemimpin dalam waktu realitas. Menurut Bolman & Deal (1991), sikap pemimpin yang sering ditunjukkan dapat digolongkan ke dalam empat kerangka berikut:
- Pendekatan struktural. Dalam situasi yang yang efektif, seorang pemimpin adalah seorang arsitek sosial yang mampu menganalisa dan merancang, tetapi dalam situasi yang tidak efektif, ia menjadi seorang tirani dengan gaya kepemimpinan mendetail. Kepemimpinan terfokus pada struktur, strategi, lingkungan, implementasi, ekesperimentasi, dan adaptasi.
- Pendekatan Sumber Daya Manusia. Dalam situasi efektif, para pemimpin adalah katalisator dan hamba yang menampilkan gaya kepemimpinan yang mendukung, menyokong, dan menguatkan, tetapi ketika dalam situasi yang tidak efektif menjadi penekan, dengan gaya kepemimpinan yang lepas dari prinsip-prinsip dan menipu.
- Pendekatan politik. Dalam situasi yang efektif, para pemimpin adalah penyokong, yang gaya kepemimpinan koalisi dan membangun, tetapi ketika dalam situasi yang tidak efektif, para pemimpin menjadi orang yang giat dengan gaya kepemimpinan manipulasi.
- Pendekatan simbolik. Dalam situasi efektif, para pemimpin adalah seorang nabi, dengan gaya kepemimpinan inspiratif; tetapi dalam situasi yang tidak efektif, menjadi fanatik atau bodoh; dengan gaya kepemimpinan ‘mengasapi’ dan bias.
C. Pemimpin Efektif Merangkap Sebagai Visioner
Di samping itu, menurut Rhenald Kasali, pemimpin kreatif harus menjadi seorang visioner dengan level-level visi secara hierarki seperti berikut:
- Level persepsi, di mana pemimpin haruslah seorang yang mampu membaca hubungan-hubungan logis (logical reasoning).
- Level sosial, di mana pemimpin harus berpikir sistematik.
- Level psikologi, di mana pemimpin harus berpikir secara literal atau kreatif.
- Level filosofi, yaitu level maksimum bagi seorang pemimpin untuk berefleksi, perenungan dan membagi visi.
D. Pemimpin Harus Transformatif
Dalam menentukan arah kepemimpinan, diperlukan sebuah transformasi. Transformasi menjadi sebuah kebutuhan mendasar walaupun sulit dan memerlukan investasi waktu yang panjang; tetapi merupakan faktor penentu keberhasilan dan keefektifan eksistensi kepemimpinan Anda.
Proses transformasi kepemimpinan dapat membawa hasil yang efektif jika ada unsur-unsur sebagai berikut:
- Kepemimpinan yang kuat. Seorang pemimpin bukanlah seorang diktator/otoriter, tetapi pemimpin team yang bekerja habis-habisan untuk organisasi dan dengan berani mempertaruhkan jabatan dan kedudukannya untuk menghadapi fakta-fakta brutal. Kepemimpinan yang kuat juga bukanlah seorang populis yang cenderung mencari aman dan menghindari tekanan-tekanan.
- Dukungan bawahan. Pemimpin yang kuat tidak ada artinya jika tidak didukung oleh bawahan-bawahannya yang rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dan masa depannnya. Mereka rela menghadapi masa-masa sulit, stress, masa-masa yang penuh dengan ketidakpastian, dan mungkin pula komentar-komentar yang tidak sehat dari berbagai pihak. Mereka bertarung di antara teman-teman, melewati konflik demi konflik, sampai akhirnya menemukan jalan.
- Komunikasi yang jelas. Pemimpin harus punya seni dalam berkomunikasi, baik verbal maupun non-verbal. Kepemimpinan memerlukan komunikasi massa yang melibatkan banyak orang. Tanpa kepiawaian komunikasi dan dukungan team komunikasi yang baik, kepemimpinan tidak akan efektif.
- Komitmen pemimpin. Pemimpin juga harus membangun komitmen yang harus dimulai dari dirinya sendiri.
Kepemimpinan sejati adalah panggilan hidup. Filsuf besar Cina, Lao Tsu, ketika ditanya oleh muridnya tentang siapakah pemimpin yang sejati, ia menjawab: “Seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota team akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri.” Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer. Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian dari mereka yang dipimpinnya. Kepemimpinan sejati didasarkan pada kerendahan hati.
E. Cara Menjadi Pemimpin Yang Efektif
Kouzes & Posner (1987) memberikan 5 cara untuk menjadi seorang pemimpin yang besar:
- Menantang proses. Temukan proses yang dipercaya untuk bisa memaksimalkan kemampuan Anda.
- Inspirasi dan bagikan visi. Bagikan visi Anda dengan kata-kata yang dapat dimengerti oleh pengikut Anda.
- Memampukan orang lain untuk bertindak. Beri mereka alat dan metode untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri.
- Menjadi model. Jika sedang dalam proses, jangan biarkan tangan Anda kering. Seorang boss berkata kepada yang lain, kerjakan!... seorang pemimpin menunjukkan apa yang bisa dia kerjakan!
- Membesarkan hati. Bagikan kemuliaan dengan hati pada pengikut Anda, sementara Anda menahan penderitaan Anda sendiri.
Jadi, dalam proses kepemimpinan Anda, pikirkan hal-hal sederhana tentang kepemimpinan berikut ini:
- Memberdayakan lebih baik daripada hanya mendelegasikan.
- Milikilah keberanian memimpin orang-orang dengan bertanggungjawab.
- Bergaullah dengan para pemimpin sesering mungkin. Catatlah apa yang Anda anggap penting dari mereka.
- Menjadi contoh yang baik adalah lebih baik daripada seorang pemberi nasehat.
- Seorang pemimpin yang luar biasa adalah pemimpin yang membawa orang-orang biasa melakukan pekerjaan yang luar biasa.
- Salah satu karakteristik kepemimpinan yang layak adalah bahwa para pemimpin dituntut lebih banyak daripada pengikutnya.
F. Tipe-Tipe Kepemimpinan
Tipe kepemimpinan sering disebut perilaku kepemimpinan atau gaya kepemimpinan (leadership style).)gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Oleh karenanya usaha menselaraskan persepsi di antara yang akan mempengaruhi dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting. Duncan menyebutkan ada tiga gaya kepemimpinan, yaitu; otokrasi, demokrasi, dan gaya bebas ( the laisser faire ).menambahkan tipe (gaya) paternalistik, militeristik, dan open leadership. Sementara Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana ( 2000 ) melengakpinya dengan gaya kepemimpinan partisipatif, berorientasi pada tujuan, dan situasional.
Di bawah ini akan diuraikan tipe-tipe (gaya-gaya) kepemimpinan tersebut di atas dengan maksud memberikan gambaran yang jelas mengenai persamaan dan perbedaannya, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam memahami gaya kepemimpinan disebabkan pengistilahan yang berbeda padahal maksud dan tujuannya sama.
1. Kepemimpinan Otokrasi
Kepmimpian otokrasi disebut juga kepemimpinan diktator atau direktif. Orang yang menganut pendekatan ini mengambil keputusan tanpa berkonsultasi dengan para karyawan yang harus melaksanakannya atau karyawan yang dipengaruhi keputusan tersebut. kepemimpinan otokrasi adalah kepemimpinan yang mendasarkan pada suatu kekuasaan atau kekuatan yang melekat pada dirinya. Kepemimpinan otokrasi dapat dilihat dari ciri-cirinya antara lain :
(1) mengandalkan kepada kekuatan atau kekuasaan yang melekat pada dirinya, (
2) Menganggap dirinya paling berkuasa,
(3) Menganggap dirinya paling mengetahui segala persoalan, orang lain dianggap tidak tahu,
(4) keputusan-keputusan yang diambil secara sepihak, tidak mengenal kompromi, sehingga ia tidak mau menerima saran dari bawahan, bahkan ia tidak memberi kesempatan kepada bawahan untuk meberikan saran, pendapat atau ide, (
5) Keras dalam menghadapi prinsip,
(6) Jauh dari bawahan,
(7) lebih menyukai bawahan yang bersikap abs (asal bapak senang),
(8) perintah-perintah diberikan secara paksa,
(9) pengawasan dilakukan secara ketat agar perintah benar-benar dilaksanakan.
2. Kepemimpinan Demokrasi
Gaya atau tipe kepemimpinan ini dikenal pula dengan istilah kepemimpinan konsultatif atau konsensus. Orang yang menganut pendekatan ini melibatkan para karyawan yang melaksanakan keputusan dalam proses pembuatannya, walaupun yang membuat keputusan akhir adalah pemimpin, setelah menerima masukan dan rekomendasi dari anggotan tim. "Gaya kepemimpinan demokratis pada umumnya berasumsi bahwa pendapat orang banyak lebih baik dari pendapatnya sendiri dan adanya partisipasi akan meninbulkan tanggung jawab bagi pelaksananya". Asumsi lain bahwa partisipasi memberikan kesempatan kepada para anggota untuk mengembangkan diri mereka.
3. Kepemimpinan Laisser Faire
Kepemimpinan laissez faire (gaya kepemimpinan yang bebas) adalah gaya kepemimpinan yang lebih banyak menekankan pada keputusan kelompok. Dalam gaya ini, seorang pemimpin akan menyerahkan keputusan kepada keinginan kelompok, apa yang baik menurut kelompok itulah yang menjadi keputusan. Pelaksanaannyapun tergantung kepada kemauan kelompok. Pada umumnya tipe laissez faire dijalankan oleh pemimpin yang tidak mempunyai keahlian teknis. Tipe laissez faire mempunyai ciri-ciri antara lain; (
1) Memberikan kebebasan sepenuhnya kepada bawahan untuk melakukan tindakan yang dianggap perlu sesuai dengan bidang tugas masing-masing,
(2) Pimpinan tidak ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok,
(3) Semua pekerjaan dan tanggungjawab dilimpahkan kepada bawahan,
(4) Tidak mampu melakukan koordinasi dan pengawasan yang baik,
(5) Tidak mempunyai wibawa sehingga ia tidak ditakuti apalagi disegani oleh bawahan,
(6) Secara praktis pemimpin tidak menjalankan kepemimpinan, ia hanya merupakan simbol belaka. Menurut hemat penulis tipe laissez faire ini bukanlah tipe pemimpin yang sebanarnya, karena ia tidak bisa mempengaruhi dan menggerakkan bawahan, sehingga tujuan organisasi tidak akan tercapai.
4. Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan partisipatif juga dikenal dengan istilah kepemimpinan terbuka, bebas atau nondirective. Pemimpin yang menganut pendekatan ini hanya sedikit memegang kendali dalam proses pengambilan keputusan. Ia hanya sedikit menyajikan informasi mengenai suatu permasalahan dan memberikan kesempatan kepada anggota tim untuk mengembagkan strategi dan pemecahannya, ia hanya mengarahkan tim kearah tercapainya konsensus.
5. Kepemimpinan Paternalistik
Tipe paternalistik adalah gaya kepemimpinan yang bersifat kebapakan. Pemimpin selalu memberikan perlindungan kepada para bawahan dalam batas-batas kewajaran. Ciri-ciri pemimpin penganut paternalistik antara lain: (
1) Pemimpin bertindak sebagai seorang bapak, (
2) Memperlakukan bawahan sebagai orang yang belum dewasa,
(3) selalu memberikan perlindungan kepada para bawahan yang kadang-kadang berlebihan,
(4) Keputusan ada di tangan pemimpin, bukan karena ingin bertindak secara otoriter, tetapi karena keinginan memberikan kemudahan kepada bawahan. Oleh karena itu para bawahan jarang bahkan sama sekali tidak memberikan saran kapada pimpinan, dan Pimpinan jarang bahkan tidak pernah meminta saran dari bawahan,
(5) Pimpinan menganggap dirinya yang paling mengetahui segala macam persoalan.
6. Kepemimpinan Berorientasi Pada Tujuan
Gaya kepemimpinan ini juga disebut kepemimpinan berdasarkan hasil atau sasaran. Penganut pendekatan ini meminta bawahan (anggota tim) untuk memusatkan perhatiannya pada tujuan yang ada. Hanya strategi yang dapat menghasilkan kontribusi nyata dan dapat diukur dalam mencapai tujuan organisasilah yang dibahas, faktor lainnya yang tidak berhubungan dengan tujuan organisasi diminimumkan.
7. Kepemimpinan Militeristik
Kepemimpinan militeristik tidak hanya terdapat di kalangan militer saja, tetapi banyak juga terdapat pada instansi sipil (non-militer). Ciri-ciri kepemimpinan militeristik antara lain;
(1) Dalam komunikasi lebih banyak mempergunakan saluran formal,
(2) Dalam menggerakkan bawahan dengan sistem komando/perintah, baik secara lisan ataupun tulisan,
(3) Segala sesuatu bersifat formal,
(4) Disiplin tinggi, kadang-kadang bersifat kaku,
(5) Komunikasi berlangsung satu arah, bawahan tidak diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat,
(6) Pimpinan menghendaki bawahan patuh terhadap semua perintah yang diberikannya.
8. Kepemimpinan Sitasional
Gaya kepemimpinan ini dikenal juga sebagai kepemimpinan tidak tetap (fluid) atau kontingensi. Asumsi yang digunakan dalam gaya ini adalah bahwa tidak ada satu pun gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap manajer dalam segala kondisi. Oleh karena itu gaya kepemimpinan situasional akan menerapkan suatu gaya tertentu berdasarkan pertimbangan atas faktor-faktor seperti pemimpin, pengikut, dan situasi ( dalam arti struktur tugas, peta kekuasaan, dan dinamika kelompok ).